Sabtu, 12 Januari 2013

Gratifikasi Seks Ada Sejak Zaman Kerajaan


JAKARTA - Adanya gratifikasi atau pemeberian hadiah pekerja seks komersial yang sudah tercium Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata juga diamini oleh para anggota DPR.

Ketua Fraksi Komisi III DPR, I Gede Pasek Suadika, mengatakan, gratifikasi seks lebih banyak diberikan kepada oknum pejabat sebagai imbalan untuk memuluskan suatu anggaran.

"Saya melihat fakta yang terjadi, perilaku seks yang diberikan kepada oknum-oknum pejabat itu lebih banyak sebagai pintu masuk untuk lobi berikutnya. Artinya bisa saja untuk pemberian uang, barang dan sebagainya tapi dia masuknya lewat itu," kata Pasek di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (10/1/2013).

Menurutnya, gratifikasi seks bukan hal baru, karena selama ini wanita kerap dikait-kaitkan dengan kekuasaan. Dia menjelaskan, sejak zaman kerajaan sosok wanita selalu berada di belakang dari penguasa.

Namun begitu, Pasek mengingatkan usulan tersebut sangat berlebihan dan sulit untuk dapat terealisasi.

"Hanya kalau ini diatur secara khusus tentu berlebihan. Kalau itu masuk gratifikasi teknis pelaksanaannya susah loh. Kalau kita dapat uang maka uangnya kita serahkan tapi kalau seks nanti maka apanya yang diserahkan?," tegas Pasek.

Sebelumnya, KPK menncium gelagat praktek gratifikasi seksual di Indonesia. Direktur Pengembangan Jaringan dan Kerja Antar Komisi dan Instansi Komisi Pemberantasan Korupsi (PJ KAKI KPK), Sujanarko, mengatakan, praktek gratifikasi seksual itu marak terjadi dalam permainan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh Kepala Daerah-Kepala Daerah.

Untuk itu, KPK meminta agar pemberian gratifikasi seksual dimasukkan ke dalam UU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar