Kamis, 17 Januari 2013

Vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Masih Rendah



Vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Masih RendahKOMPAS/ALIF ICHWANTerdakwa kasus dugaan suap kepengurusan anggaran Kemendiknas dan Kemenpora Angelina Sondakh berjalan untuk berdiskusi sejenank dengan pembelanya, usai sidang pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/1/2013). Anggota non aktif DPR Fraksi Demokrat tersebut dihukum empat tahun enam bulan penjara dengan denda Rp 250 juta.

Rata-rata vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dianggap masih ringan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, rata-rata hukuman di PN Tipikor Jakarta hanya tiga tahun enam bulan penjara dari 240 terdakwa yang diadili.
"Masih minim yang divonis di atas 10 tahun penjara. Dari 240 terdakwa, yang diadili hanya ada 3 terdakwa yang divonis di atas 10 tahun penjara, yakni Hengki Samuel Daud (korupsi pemadam kebakaran) 15 tahun penjara, Teuku Azmun Jaffar (korupsi kehutanan) 11 tahun penjara, dan jaksa Urip Tri Gunawan (suap) selama 20 tahun penjara," kata anggota badan pekerja ICW, Emerson Yuntho, melalui siaran pers, Jumat (18/1/2013).
Dia mengatakan, sedikitnya 45 terdakwa yang divonis Pengadilan Tipikor Jakarta di bawah dua pertiga tuntutan jaksa. Selisih vonis dengan tuntutan jaksa paling tinggi adalah dalam kasus suap kepengurusan harta pailit PT Skycamping Indonesia dengan terdakwa Hakim Syarifuddin.
Majelis hakim Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada hakim pengadilan niaga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut. Padahal, jaksa menuntut hukuman 20 tahun penjara.
"Hakim Syarifuddin sebelum tertangkap pernah diusulkan menjadi hakim pengadilan tipikor Jakarta," kata Emerson.
Selain Syarifuddin, lanjutnya, hakim Imas Dianasari juga divonis jauh dari tuntutan jaksa. Imas yang terbukti menerima suap dari kuasa hukum PT Onamba Indonesia itu divonis enam tahun penjara sementara jaksa menuntutnya 13 tahun penjara.
Kasus terakhir yang divonis jauh dari tuntutan, kata Emerson, adalah kasus suap kepengurusan anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan terdakwa Angelina Sondakh. Angelina alias Angie dituntut 12 tahun penjara, tetapi majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonisnya empat tahun enam bulan penjara.
Putusan Angie tersebut disusun majelis hakim Tipikor yang terdiri dari Sudjatmiko (ketua), Marsudin Nainggolan, Afiantara, Hendra Yosfin, dan Alexander. Emerson pun menekankan bahwa ketua majelis hakim Sudjatmiko bukan kali ini saja menjatuhkan vonis ringan.
"Sudjatmiko selain menjadi ketua majelis hakim dengan terdakwa Anggelina Sondakh juga pernah menjadi ketua majelis terhadap terdakwa Dhana Widyatmika dan Nunun Nurbaeti yang juga divonis bawah tuntutan JPU," katanya.
Adapun Nunun divonis dua tahun enam bulan penjara, sementara tuntutannya empat tahun penjara. Sementara itu, Dhana divonis tujuh tahun penjara dari 12 tahun tuntutan yang diajukan jaksa Kejaksaan Agung.
Oleh karena itulah, Emerson mendesak Mahkamah Agung melakukan evaluasi secara menyeluruh atas keberadaan Pengadilan Tipikor di seluruh daerah, khususnya di Jakarta. Harus ada instruksi dari Ketua MA atau Tuadapidsus MA untuk menjatuhkan vonis maksimal bagi terdakwa kasus korupsi atau paling tidak sama dengan tuntutan jaksa.
"Fungsi rekrutmen dan pengawasan terhadap hakim Tipikor harus diperkuat untuk menghindari praktik mafia peradilan masuk ke Pengadilan Tipikor," ujarnya.
Dia menambahkan, Pengadilan Tipikor Jakarta merupakan barometer Pengadilan Tipikor di seluruh daerah. "Jika vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta tergolong rendah, hal ini juga akan menjadi acuan bagi Pengadilan Tipikor daerah," ucap Emerson.
Per Agustus 2012, ICW mencatat sedikitnya 71 terdakwa kasus korupsi divonis bebas di Pengadilan Tipikor daerah.
Editor :
Ana Shofiana Syatiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar